Sego Megono, Makanan Legendaris yang Wajib Dicoba Saat Berkunjung ke Pekalongan

Berikut Informasi Seputar Sego Megono Makanan Legendaris Khas Pekalongan yang Bisa Jadi Rekomendasi Kuliner yang Wajib Dicoba Saat ke Pekalongan

Sego Megono Kuliner Khas Pekalongan yang Legendaris/Setaranews,com

Penulis: Akhmad Nitiraga Sawangan

Kuliner, Setaranews.com - Pekalongan adalah salah satu Kota di Provinsi Jawa Tengah yang merupakan pelabuhan terpenting di Jawa Tengah.

Pekalongan familiar dengan sebutan Kota Santri, akan tetapi lebih santer di juluki Kota Batik dengan gelar yang di sandangnya yakni bagian dari `Kota Kreatif Dunia`oleh UNESCO`,

Bahkan lebih dari itu, Pekalongan disebut-sebut sebagai Kota Batik Dunia (World’s City of Batik) yang merupakan saat batik Pekalongan mendunia pada tahun 2014.

Selain itu Pekalongan juga menjadi satu-satunya wakil Indonesia, bahkan Asia Tenggara, yang masuk dalam kategori kota kreatif dunia oleh UNESCO, keren bukan?.

Dengan julukan dan predikatnya tersebut bila mendengar Kota Pekalongan, pasti yang terlintas di kepala kita adalah batik?.

Hal seperti itu tidaklah salah, karena Pekalongan memang dijuluki Kota Batik, akan tetapi tidak hanya Batik, Pekalongan juga kaya akan khazanah kuliner pusakanya.

Selain Tauto, Soto khas Pekalongan, ada juga Pindang Tetel, Lontong lemprak, Garang Asem, Apem Kesisi, dan Sego (nasi) Megono.

Kuliner khas Pekalongan yang disebut terakhir yaitu Sego Megono, ialah salah satu kuliner khas Pekalongan yang sangat familiar.

Kuliner ini sangat populer di Pekalongan dan disebut-sebut sebagai “kuliner rakyat” karena sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat Pekalongan.

Sego Megono termasuk kategori all day food alias kuliner yang bisa dinikmati sebagai sajian sarapan di pagi hari, menu makan siang, atau hidangan di malam hari.

Juga, kuliner ini mudah ditemukan karena banyak dijajakan di Pekalongan, mulai dari warung pinggir jalan hingga restoran.

Sego Megono sendiri terdiri dari nasi putih yang di atasnya diberi olahan nangka muda yang disebut Megono. Jadi, Megono itu sendiri ialah olahan yang berbahan baku dari nangka muda.

Bahan baku Megono sendiri sebenarnya hampir sama dengan bahan baku Gudeg khas Yogyakarta. Hanya saja Gudeg dengan cita rasa manisnya sedangkan Megono dominan dengan rasa gurihnya.

Pembuatan Megono sendiri antara lain, nangka muda yang di cincang kasar menjadi potongan kecil di campur dengan parutan kelapa muda beserta bumbu rempah yang sudah dihaluskan, kemudian dikukus.

Bumbu rempahnya sendiri ialah ada ketumbar, merica, kemiri, bawang merah, bawang putih, cabai merah, dan lengkoas, sebagai pelengkapnya ditambahkan juga serai, daun salam, dan kecombrang.

Sego Megono biasanya disajikan dengan mendoan, yakni tempe tipis yang di balur tepung dan digoreng setengah matang. Lalu disajikan dengan cara dipincuk menggunakan daun pisang.

Akan tetapi pada perkembangannya, sego Megono disantap menggunakan perpaduan berbagai macam jenis makanan contohnya telur, omelet, tempe goreng, atau lauk lainnya.

Cara penyajiannya pun tidak mesti menggunakan daun pisang, tapi bisa juga menggunakan piring. Kuliner kebanggaan masyarakat Pekalongan ini memiliki nilai historis yang tinggi, meskipun belum ada data valid yang bisa dirujuk, kecuali cerita tutur yang masih menyisakan sejumlah versi cerita, antara lain, sebagai berikut:

Versi pertama, sejarah Sego Megono berawal dari budaya Keraton Yogyakarta pada masa Kerajaan Mataram Kuno, yang kerap mengadakan sesaji untuk berbagai ritual.

Adat ini juga diadaptasi di daerah-daerah bawahan Mataram Kuno, termasuk Pekalongan. Di daerah pantura, nasi megono dijadikan sesaji untuk Dewi Sri, yang diyakini sebagai Dewi Padi.

Ritual sesaji ini diadakan dengan tujuan agar hasil padi melimpah ruah. Masuknya Islam pada era Mataram Islam mengubah adat dan tradisi itu.

Kalau dulu Sego Megono menjadi bagian dari hidangan untuk sesaji, bahkan dilarung ke laut, maka Nasi Megono saat ini dijadikan jamuan makan bersama di masjid-masjid kalau ada acara peringatan hari-hari besar Islam.

Hanya saja, Sego Megono bentuknya tak lagi tumpeng seperti saat dijadikan sesaji dulu, tetapi berubah menjadi nasi yang dibungkus daun pisang atau daun jati dalam porsi kecil, diberi pelengkap gereh (ikan asin) dan tempe mendoan.

Bahkan seiring perkembangan jaman, Sego Megono tidak lagi jadi suguhan di acara-acara keagamaan, namun sudah tersedia di pelbagai warung makan, bahkan restoran di seantero Pekalongan.

Selain itu Sego Megono juga bisa dijumpai di luar Pekalongan, seperti di Pemalang dan Batang. Bahkan Wonosobo juga punya versi Sego Megono sendiri dengan ciri khas tertentu.

Sedangkan menurut versi kedua, sejumlah sumber menyebutkan, konon Sego Megono merupakan ransum atau bekal para prajurit Mataram dalam perjalanan saat berperang.

Konsep Sego Megono dibuat simpel dengan memanfaatkan bahan yang mudah didapatkan dengan tetap memperhatikan nilai gizi yang dibutuhkan. Dibuat kering tak berkuah, agar Sego Megono dapat bertahan lebih lama.

Ada pula versi ketiga namun tidak jauh berbeda dari versi sebelumnya, menurut versi yang populer di masyarakat Pekalongan ini, menceritakan Sego Megono masyhur dengan sebutan “nasi tentara”.

Karena Sego Megono pernah juga jadi bekal atau ransum para tentara saat perang melawan agresi militer Belanda. Situasi yang serba sulit dan keterbatasan bahan pangan saat situasi perang, menyebabkan masyarakat harus berpikir cepat untuk menyediakan ransum bagi tentara rakyat ini.

Sego Megono diolah dari nangka muda atau disebut oleh warga sekitar Pekalongan sebagai “cecek” yang dipadukan dengan makanan urapan seperti kacang-kacangan dan sayuran.

Warga setempat menambahkan nangka muda yang dicincang halus untuk menciptakan cita rasa gurih.

Saat itu, Sego Megono jadi menu bagi tentara Republik yang melakukan perang gerilya. Dari sinilah Megono tercipta khas, menemani setiap tentara gerilya berperang untuk melawan penjajah.

Kata Megono sendiri berasal dari bahasa Jawa mergo yang artinya sebab, dan ono yang artinya ada. Entah versi mana yang benar, namun diyakini, kuliner Sego Megono sudah ada sejak sebelum perang kemerdekaan.

Boleh jadi, ketiga versi tersebut benar semua. Nasi megono sudah ada sejak Mataram Kuno, lalu berlanjut pada masa Mataram Islam, hingga jadi ransum tentara di era pra Kemerdekaan, lalu kini jadi menu di pelbagai warung makan dan restoran di seantero Pekalongan dan daerah Pantura serta daerah lainnya.

Wah... menarik bukan? Rasanya? Sejarahnya? Bentuk dan tampilan realnya?. Sego Megono juga bisa jadi rekomendasi makanan yang harus kalian coba jika lewat atau bahkan berkunjung ke Pekalongan, yang jelas sangat harus di coba ya setarafriends, makanan unik dengan historis yang tinggi ini.


Editor: Adimas Gesang